Jakarta bersiap memiliki MRT (mass rapid transportation), sebuah alat transportasi publik berbasis kereta listrik yang mampu mengangkut warga Jakarta dalam jumlah besar dari kawasan hunian ke kawasan bisnis.
Bagi warga
Jakarta, kehadiran MRT menjadi sebuah harapan besar dari keruwetan dan
kemacetan jalan raya Jakarta. Harapan akan MRT ini sudah lama sekali
diidam-idamkan warga Jakarta paling tidak yang sudah pernah berkunjung ke
negara-negara tetangga. Dengan MRT ini para penumpang bisa dengan mudah
memperkirakan waktu tempuh. Karena selama ini tidak ada kendaraan umum di
Jakarta yang mempunyai jadwal kedatangan dan keberangkatan. Hal ini berdampak
pada warga pekerja yang musti melakukan janji. Kenapa MRT begitu sulit dibuat
oleh DKI? Benarkah kesulitan ini dikarenakan teknologi yang dibutuhkan MRT
termasuk canggih danengineer lokal
tidak mampu membuatnya?
Jauh sebelum
isu MRT muncul dari janji para gubernur DKI, ternyata Jakarta pernah melakukan
sebuah pembangunan infrastruktur dari jaringan kereta api dalam kota Jakarta.
Pembangunan ini pun sangat masive dan besar-besaran. Pembangunan ini
dilakukan berbarengan dengan proyek renovasi stasiun Gambir.
Jaringan rel kreta api di Jakarta pernah menjadi salah satu bidang penyebab kemacetan. Hal ini disebabkan saat
Jaringan rel kreta api di Jakarta pernah menjadi salah satu bidang penyebab kemacetan. Hal ini disebabkan saat
traffic kereta yang tinggi menyebabkan
seringnya buka-tutup pintu palang kereta dan mengakibatkan kemacetan kendaraan.
Akhirnya DKI sepakat mengangkat rel kereta yang masuk ke tengah kota menjadi
“rel layang”. Maka pada akhir tahun 80-an dimulailah proyek besar ini. Semua
rel kereta api yang masuk ke tengah Jakarta (monas) dirombak menjadi jalan rel
layang.
Dari
pembangunan perubahan rel ini pun berkait dengan pembangunan renovasi
stasiun-stasiun lama Jakarta menjadi stasiun yang lebih moderen. Pembangunan
rel dan stasiun ini sangat merubah wajah Jakarta saat itu. Sayangnya
pengembangan KRL saat itu pun tidak mendapatkan perhatian serius, maka
keberadaan rel layang dan stasiun-stasiun kereta listrik ini hanya menjadi
lot-lot pedagang kecil dan rumah para gelandangan yang kemudian menjadi kotor
dan rusak.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar